Back to Top
Kepribadian keluarga
Menurut Fieldada lima jenis kepribadian keluarga yaitu :
1.      Keluarga Seimbang
Keluarga ini merupakan model keseimbangan antara individualitas dan relasi. Keluarga ini membekali anak-anaknya dengan rasa identitas diri dan keamanan yang kuat serta kesanggupan untuk berelasi dengan orang lain. Keluarga ini mendorong anggota-anggotanya untuk menjadi apa saja yang mungkin bagi mereka . dan mereka tidak takut terhadap perbedaan.
2.    Keluarga kuasa
Keluarga ini mempunyai kecendrungan untuk kasar atau tak peka dalam hubungan mereka. Orang tua memaksakan kekuasaannya. Oleh karena itu anak-anak tidak merasa dilindungi, tetapi mereka tahu benar bagaimana menyelasesaikan tugas.
3.    Keluarga protektif
Anak-anak dalam keluarga ini merasa dilindungi, tetapi sering orangtua berbuat terlalu banyak untuk mereka. Oleh karena itu, anak tidak dibiarkan mengembangkan rasa percaya diri. Orang tua tidak membuatnya menanggung akibat dari perbuatannya. 
4.    Keluarga kacau
Keluarga ini tidak saling mengurusi pengertian dan perhatian mereka satu sama lain terbatas. Mereka lebih seperti teman sekamar dari pada keluarga. Masing-masing individu berlomba untuk menjadi Nomor satu. Mengurusi orang lain dianggap sia-sia atau bodoh. Anak-anak disia-siakan atau diperlakukan kejam 
5.   Keluarga simbiotis
Individu-individu dalam keluarga ini tidak mungkin mengaur diri karena individualitas dipandang sebagai suatu kekurangan kesetian pada keluarga. Mereka lemah sebagai individu tetapi kuat sebagai kelompok. Anak-anak merasa tertekan dalam keluarga dan merasa bersalah kalau mereka ingin meninggalkan keluarga. Kelangsungan hidup dalam keluarga datang dari kemampuan menyesuaikan diri dengan norma-norma – mengemudikan jenis mobil yang sama, menganut pandangan politik yang sama, dan menyukai makanan yang sama. (1992: 30-31)     
Menurut Zakiyah Drajat (1996:35) orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan. 
Demikian juga menurut Andreas Harefa sebagaimana ia menyimpulkan dari pendapatnya Cak Nur (2001:47) mengatakan bahwa:
“Hubungan antara orang tua dan anak yang demikian intim tidaklah mungkin digantikan secara total oleh lembaga-lembaga persekolahan, termasuk universitas. Bahkan sekolah-sekolah agamapun tidak mungkin menggantikan sepenuhnya peran dan tanggung jawab orang tua. Institusi formal yang memberikan ajaran-ajaran yang bersifat umum maupun agama hanya mungkin meringankan  beban tanggung jawab orang tua, tetapi tidak dapat dan tidak boleh diharapkan untuk menggantikan peran dan tanggung jawab orang tua  secara keseluruhan”
Dari pernyataan ini dapat kita ketahui bahwa kehidupan keluarga merupakan lapangan pendidikan yang sangat urgen dalam membentuk dan mengarahkan kepribadian anak supaya menjadi manusia atau generasi yang berguna bagi agama dan bangsa. Dan orang tuanya merupakan pangkal pendidik yang akan banyak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak lebih lanjut. Disadari atau tidak itu adalah merupakan tanggung jawab orang tua yang dibebankan oleh Tuhan kepada mereka. Dan sementara itu menurut Hasbullah (2003:198) tugas utama dari keluarga bagi pendidikan anak ialah sebagai peletak dasar bagi pendidikan akhlak dan pandangan hidup beragama.
Sementara itu di dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 7 ayat 2 menyatakan bahwa orang tua dari usia wajib belajar, berkewajiban memberikan pendidikan dasar kepada anaknya. Hal ini juga diperkuat dengan pasal 27 ayat 1 menyatakan bahwa kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dalam lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Dari penjelasan di atas dapat kita ketahui bahwa orang tua mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan anak-anaknya. Oleh karena itu orang tua harus betul-betul mampu memberikan dasar-dasar keagamaan pada anak secara maksimal serta mampu memberikan tauladan yang baik bagi diri anak. Sebab anak akan cenderung mencontoh atau mengikuti segala perbuatan yang dilakukan oleh pihak orang tua. 

by Google